Ari

5 Penyakit oleh Bakteri atau virus

DIARE



Diare (atau dalam bahasa kasar disebut menceret) (BM = diarea; Inggris = diarrhea) adalah sebuah penyakit di mana penderita mengalami rangsangan buang air besar yang terus-menerus dan tinja atau feses yang masih memiliki kandungan air berlebihan. Di Dunia ke-3, diare adalah penyebab kematian paling umum kematian balita, dan juga membunuh lebih dari 2,6 juta orang setiap tahunnya.

Penyebab
Sebuah mikrograf elektron dari rotavirus, penyebab hampir 40% dari diare pada anak di bawah umur 5 tahun.
Kondisi ini dapat merupakan gejala dari luka, penyakit, alergi (fructose, lactose), kelebihan vitamin C, dan mengonsumsi Buah-buahan tertentu. Biasanya disertai sakit perut dan seringkali mual dan muntah. Ada beberapa kondisi lain yang melibatkan tapi tidak semua gejala diare, dan definisi resmi medis dari diare adalah defekasi yang melebihi 200 gram per hari.
Memakan makanan yang asam, pedas, atau bersantan sekaligus secara berlebihan dapat menyebabkan diare juga karena membuat usus kaget.
Hal ini terjadi ketika cairan yang tidak mencukupi diserap oleh usus besar. Sebagai bagian dari proses digestasi, atau karena masukan cairan, makanan tercampur dengan sejumlah besar air. Oleh karena itu makanan yang dicerna terdiri dari cairan sebelum mencapai usus besar. Usus besar menyerap air, meninggalkan material yang lain sebagai kotoran yang setengah padat. Bila usus besar rusak / radang, penyerapan tidak terjadi dan hasilnya adalah kotoran yang berair.

Gejala
Gejala yang biasanya ditemukan adalah buang air besar terus menerus disertai dengan rasa mulas yang berkepanjangan, dehidrasi, mual dan muntah. Tetapi gejala lainnya yang dapat timbul antara lain pegal pada punggung,dan perut sering berbunyi.

Perawatan
Perawatan untuk diare melibatkan pasien mengonsumsi sejumlah air yang mencukupi untuk menggantikan yang hilang, lebih baik bila dicampur dengan elektrolit untuk menyediakan garam yang dibutuhkan dan sejumlah nutrisi. Oralit dan tablet zinc adalah pengobatan pilihan utama dan telah diperkirakan telah menyelamatkan 50 juta anak dalam 25 tahun terakhir.[1] Untuk banyak orang, perawatan lebih lanjut dan medikasi resmi tidak dibutuhkan.






DEMAM BERDARAH

 

Salah satu gejala demam berdarah adalah munculnya ruam pada kulit.
Demam berdarah (DB) adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus.[1] Terdapat empat jenis virus dengue berbeda, namun berelasi dekat, yang dapat menyebabkan demam berdarah.[2] Virus dengue merupakan virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae.[3] Penyakit demam berdarah ditemukan di daerah tropis dan subtropis di berbagai belahan dunia, terutama di musim hujan yang lembap.[2] Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan setiap tahunnya terdapat 50-100 juta kasus infeksi virus dengue di seluruh dunia.

 

Penyebab

Virus dengue penyebab penyakit demam berdarah
Nyamuk Aedes aegypti adalah vektor pembawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah.
Penyebab utama penyakit demam berdarah adalah virus dengue, yang merupakan virus dari famili Flaviviridae.[3] Terdapat 4 jenis virus dengue yang diketahui dapat menyebabkan penyakit demam berdarah.[5] Keempat virus tersebut adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.[6] Gejala demam berdarah baru muncul saat seseorang yang pernah terinfeksi oleh salah satu dari empat jenis virus dengue mengalami infeksi oleh jenis virus dengue yang berbeda.[5] Sistem imun yang sudah terbentuk di dalam tubuh setelah infeksi pertama justru akan mengakibatkan kemunculan gejala penyakit yang lebih parah saat terinfeksi untuk ke dua kalinya.[5] Seseorang dapat terinfeksi oleh sedikitnya dua jenis virus dengue selama masa hidup, namun jenis virus yang sama hanya dapat menginfeksi satu kali akibat adanya sistem imun tubuh yang terbentuk.




HIV

Virus imunodifisiensi manusia[1] (bahasa Inggris: human immunodeficiency virus; HIV ) adalah suatu virus yang dapat menyebabkan penyakit AIDS.[2] Virus ini menyerang manusia dan menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh, sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawan infeksi. Dengan kata lain, kehadiran virus ini dalam tubuh akan menyebabkan defisiensi (kekurangan) sistem imun.[2]
Sejarah
Pada tahun 1983, Jean Claude Chermann dan Françoise Barré-Sinoussi dari Perancis berhasil mengisolasi HIV untuk pertama kalinya dari seorang penderita sindrom limfadenopati.[3] Pada awalnya, virus itu disebut ALV (lymphadenopathy-associated virus)[4] Bersama dengan Luc Montagnier, mereka membuktikan bahwa virus tersebut merupakan penyebab AIDS.[4] Pada awal tahun 1984, Robert Gallo dari Amerika Serikat juga meneliti tentang virus penyebab AIDS yang disebut HTLV-III.[3][5] Setelah diteliti lebih lanjut, terbukti bahwa ALV dan HTLV-III merupakan virus yang sama dan pada tahun 1986, istilah yang digunakan untuk menyebut virus tersebut adalah HIV, atau lebih spesifik lagi disebut HIV-1.[6]
Tidak lama setelah HIV-1 ditemukan, suatu subtipe baru ditemukan di Portugal dari pasien yang berasal dari Afrika Barat dan kemudian disebut HIV-2.[3] Melalui kloning dan analisis sekuens (susunan genetik), HIV-2 memiliki perbedaan sebesar 55% dari HIV-1 dan secara antigenik berbeda.[3] Perbedaan terbesar lainnya antara kedua strain (galur) virus tersebut terletak pada glikoprotein selubung.[3] Penelitian lanjutan memperkirakan bahwa HIV-2 berasal dari SIV (retrovirus yang menginfeksi primata) karena adanya kemiripan sekuens dan reaksi silang antara antibodi terhadap kedua jenis virus tersebut.[3]
Klasifikasi

Pohon kekerabatan (filogenetik) yang menunjukkan kedekatan SIV dan HIV.
Kedua spesies HIV yang menginfeksi manusia (HIV-1 dan -2) pada mulanya berasal dari Afrika barat dan tengah, berpindah dari primata ke manusia dalam sebuah proses yang dikenal sebagai zoonosis.[7] HIV-1 merupakan hasil evolusi dari simian immunodeficiency virus (SIVcpz) yang ditemukan dalam subspesies simpanse, Pan troglodyte troglodyte. Sedangkan, HIV-2 merupakan spesies virus hasil evolusi strain SIV yang berbeda (SIVsmm), ditemukan pada Sooty mangabey, monyet dunia lama Guinea-Bissau.[7] Sebagian besar infeksi HIV di dunia disebabkan oleh HIV-1 karena spesies virus ini lebih virulen dan lebih mudah menular dibandingkan HIV-2.[7] Sedangkan, HIV-2 kebanyakan masih terkurung di Afrika barat.

PENYAKIT HANSEN



Penyakit Hansen atau Penyakit Morbus Hansen yang dahulu dikenal sebagai penyakit kusta atau lepra adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang sebelumnya, diketahui hanya disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae,[1] hingga ditemukan bakteri Mycobacterium lepromatosis oleh Universitas Texas pada tahun 2008,[2] yang menyebabkan endemik sejenis kusta di Meksiko dan Karibia, yang dikenal lebih khusus dengan sebutan diffuse lepromatous leprosy.[3] Sedangkan bakteri Mycobacterium leprae ditemukan oleh seorang ilmuwan Norwegia bernama Gerhard Henrik Armauer Hansen pada tahun 1873 sebagai patogen yang menyebabkan penyakit yang telah lama dikenal sebagai lepra. Saat ini penyakit lepra lebih disebut sebagai penyakit Hansen, bukan hanya untuk menghargai jerih payah penemunya, melainkan juga karena kata leprosy dan leper mempunyai konotasi yang begitu negatif, sehingga penamaan yang netral lebih diterapkan untuk mengurangi stigma sosial yang tak seharusnya diderita oleh pasien kusta.[4]
Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernapasan atas; dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar.[5] Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif, menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar di masyarakat, kusta tidak menyebabkan pelepasan anggota tubuh yang begitu mudah, seperti pada penyakit tzaraath.



KOLERA


Penyakit taun atau kolera (juga disebut Asiatic cholera) adalah penyakit menular di saluran pencernaan yang disebabkan oleh bakterium Vibrio cholerae. Bakteri ini biasanya masuk ke dalam tubuh melalui air minum yang terkontaminasi oleh sanitasi yang tidak benar atau dengan memakan ikan yang tidak dimasak benar, terutama kerang. Gejalanya termasuk diare, perut keram, mual, muntah, dan dehidrasi. Kematian biasanya disebabkan oleh dehidrasi. Kalau dibiarkan tak terawat, maka penderita berisiko kematian tinggi. Perawatan dapat dilakukan dengan rehidrasi agresif "regimen", biasanya diantar secara intravenous secara berkelanjutan sampai diare berhenti.

Pengobatan

Pengobatan utama dilakukan dengan mengembalikan cairan tubuh yang hilang atau rehidrasi yang cukup hingga masa penyakit selesai (biasanya 1 hingga 5 hari tanpa pemberian antibiotik). [1] Rehidrasi dapat dilakukan cara infus intravena cairan (pada kasus yang parah) atau dengan rehidrasi oral dengan oralit (oral rehydration solution).[2] [3]

Antibiotik

Antibiotik memiliki peran sekunder namun penting dengan mengurangi derajat penyakit dan durasi ekskresi penyakit.[4] Pemberian antibiotik sebaiknya dilakukan setelah gejala muntah-muntah mereda (atau setelah rehidrasi pertama dan pemulihan dari asidosis).[4] Pilihan pertama antibiotik yang digunakan di Indonesia adalah tetrasiklin dan pilihan keduanya adalah trimethoprim/sulfamethoxazole (bila V. cholerae pada pasien resisten terhadap tetrasiklin). 

0 comments:

Post a Comment