ZAKAT
A. PENGERTIAN
Secara bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti,
yaitu al-barokatu 'keberkahan'; al-namaa 'pertumbuhan dan
perkembangan'; ath-thoharotu 'kesucian'; dan ash-shalahu '
keberesan' (lihat Majma Lughah al-"Arabiyyah, al-Mu'jam al-Wasith, Juz I
hal 396).
Salah satu pengertian lain dari zakat secara
etimologis, menurut Dr. Wahbah al-Zuhayly dalam bukunya al-Fiqh al-Islami Wa Adilatuh,
adalah ziyadah 'bertambah'. Jika diucapkan zaka al-zar', artinya
adalah tanaman itu tumbuh dan bertambah. Jika diucapkan zakat al-nafaqah,
artinya nafkah itu tumbuh dan bertambah, jika diberkati. Kata ini juga sering
dikemukakan untuk makna thoharoh 'suci'.
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya
beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu." (QS. 91;1)
Maksud kata zakka dalam ayat ini ialah menyucikan dari
kotoran. Arti yang sama (suci) juga terlihat dalam ayat berikut:
"Sesungguhnya beruntunglah oang yang
menyucikan diri." (QS.
87;14)
Kata zakat adakalanya bermakna pujian, misalnya dalam
firman Allah SWT berikut:
Maka janganlah kamu
mengatakan dirimu suci."
(QS. 53;32)
Kata ini terkadang juga bermakna baik (shalah).
Pernyataan rajul zakiyy berarti orang yang bertambah kebaikannya. Min
qawm azkiya' artinya termasuk diantara orang-orang yang baik. Zakka
al-qadhi al-syuhud artinya seorang qadi menjelaskan bertambahnya mereka
dalam kebaikan.
Makna-makna zakat secara etimologis di atas bisa
terkumpul dalam ayat berikut:
"Ambilah zakat dari sebagian harta
mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka." (QS. 9;103)
Dari segi istilah, meski para ulama mengemukakannya
dengan redaksi yang agak berbeda antara satu sama lain, tetapi substansinya
sama, yak'ni bahwa zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu,
yang Allah SWt mewajibkan kepada pemiliknya, untuk diserahkan kepada yang
berhak menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula.
B. FUNGSI DAN KEWAJIBAN ZAKAT
Fungsi zakat sebagai salah satu instrumen atau pranata
kehidupan yang telah Allah SWT tetapkan guna pemerataan sosial. Zakat, —
menurut Yusuf al-Qorodhowi dalam al-Ibadah fil-Islam, hal 235 —, sebagai
ibadah maaliyyah ijtima'iyyah yang memiliki posisi sangat penting,
strategis, dan menentukan baik dilihat dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi
pembangunan kesejahteraan ummat.
Sebagai suatu ibadah pokok, zakat termasuk salah satu
rukun (rukun ketiga) dari rukun Islam yang lima, sebagaimana diungkapkan dalam
berbagai hadits Nabi, sehingga keberadaannya dianggap sebagai ma'luum
minad-diin bidh-dharuurah atau diketahui secara otomatis adanya dan
merupakan bagian mutlak dari keislaman seseorang.
Di dalam al-Qur'an terdapat 27 (dua puluh tujuh) ayat
yang menyejajarkan kewajiban shalat dengan kewajiban zakat dalam berbagai
bentuk kata (Yusuf al-Qarodhowi dalam Fiqhuz Zakat hal 42; sebagian
ulama berpendapat, dalam Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq jilid III, hal 5, bahwa
terdapat 80 ayat yang menyejajarkan kewajiban shalat dengan kewajiban zakat.
C. HIKMAH ZAKAT
Adapun hikmah dan manfaat zakat antara lain sebagai
berikut:
1.
Sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT, mensyukuri
nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi,
menghilangkan sifat kikir, rakus dan materialistis, menumbuhkan ketenangan
hidup, sekaligus membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki.
"Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhanmu memaklumkan :
Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu,
dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka sesungguhnya adzab-Ku sangat
pedih"
2.
Zakat menjaga dan memelihara harta dari incaran mata dan
tangan para pendosa dan pencuri.
"Peliharalah
harta-harta kalian dengan zakat. Obatilah orang-orang sakit kalian dengan
sedekah. Dan persiapkanlah doa untuk (menghadapi) malapetaka."
(HR. Thabrani dan Abu
Nu'aym, dan didhoifkan oleh Abu Dawud)
3.
Zakat merupakan pertolongan bagi orang-orang fakir dan
orang-orang yang memerlukan bantuan.
"Sesungguhnya
Alllah SWT , mewajibkan orang-orang Muslim yang kaya untuk (menafkahkan)
harta-harta mereka dengan kadar yang mencukupi orang-orang Muslim yang fakir.
Sungguh, orang-orang fakir sekali-kali tidak akan lapar atau bertelanjang
kecuali karena perbuatan oang-orang yang kaya. Ketahuilah, sesungguhnya Allah
SWT akan menghisab mereka dengan hisab yang keras dan menyiksa mereka dengan
siksaan yang pedih." (HR. Thabrani dari
Ali)
4.
Zakat menyucikan jiwa dari penyakit kikir dan bakhil, dan
melatih mukmin untuk bersifat pemberi dan dermawan.
5.
Zakat diwajibkan sebagai ungkapan syukur atas nikmat harta
yang telah dititipkan kepada seseorang.
D. MACAM HARTA YANG WAJIB ZAKAT
Ketentuan dan penetapan jenis harta yang wajib
dizakati sesuai perundang undangan yang berlaku berdasarkan hukum agama
tersebut, yakni:
Jenis harta yang dikenai zakat
adalah :
a.
Emas dan Perak, yang disimpan atau sebagai perhiasan
b.
Perusahaan, Perdagangan,
c.
Pendapatan dan Jasa
d.
Hasil Pertanian, Perkebunan dan Perikanan
e.
Binatang Ternak
f.
Harta Rikaz ( Barang Temuan / Tambang )
g.
Zakat Fitrah
E. SYARAT DAN NISHAB ZAKAT
Ketentuan dan Penetapan Wajib ZIS adalah :
a.
Pribadi yang merdeka, Islam, Baligh dan Berakal, Telah
Mencapai Nishab atau senilai dengannya,
b.
Yayasan dan Perusahaan yang berbadan hukum
F. CARA MENGHITUNG ZAKAT
1.
Emas, Perak dan Uang, yang disimpan atau sebagai
perhiasan
“Dan orang yang
menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya dijalan Allah maka, mereka
akan menerima azab yang pedih” ( QS. 9 : 34 )
Emas dan Perak, baik murni maupun yang
menjadi perhiasan, jika sampai nishab-nya yaitu 20 misqal atau
senilai 94 gram emas murni atau senilai
672 gram perak, dan telah setahun dimiliki, maka wajib setiap tahunnya
dikeluarkan zakat sebesar 2,5 % atau sesuai ketentuan agama yang diputuskan
melalui musyawarah BAZ Kabupaten atau
Kecamatan atau BMZIS Kelurahan / Desa.
2.
Perusahaan, Perdagangan, Pendapatan dan Jasa
Uang hasil dari
Perusahaan, Perdagangan, Pendapatan dan Jasa, jika sampai nishab-nya
yaitu senilai 94 gram emas murni, wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5 %.
Adapun waktu / haul-nya pada akhir tahun tutup buku atau pada awal tahun
saja (bagi zakat profesi tanpa harus menunggu satu tahun), atau sesuai
ketentuan agama yang diputuskan melalui musyawarah BAZ Kabupaten atau Kecamatan
atau BMZIS Kelurahan / Desa.
- Hasil Pertanian, Perkebunan dan Perikanan
Hasil Pertanian, Perkebunan
dan Perikanan
“ Hai orang-orang
yang beriman, belanjakanlah sebagian yang baik-baik dari harta yang kamu
usahakan dan dari yang Kami keluarkan untuk kamu dari bumi “ (QS. 2 : 267)
Zakat hasil pertanian
dan hasil perkebunan wajib dikeluarkan zakatnya setiap setelah panen sebesar 10
% (apabila pengairannya mudah) atau 5 % (apabila pengairannya susah)
atau sesuai ketentuan agama yang diputuskan melalui musyawarah BAZIS Kabupaten
atau Kecamatan atau BMZIS Kelurahan/Desa
- Binatang Ternak
Zakat hasil
peternakan disesuaikan dengan ketentuan agama yang diputuskan melalui
musyawarah BAZIS atau BMZIS Kelurahan/Desa. Dapat dilihat dalam Tabel Jenis Dan
Nishab Harta Wajib Zakat.
5.
Harta Rikaz ( Barang Temuan / Tambang )
Harta Rikaz, jika
sampai nishab-nya yaitu senilai 94 gram emas murni, wajib dikeluarkan
zakatnya sebesar 20 %. Adapun wa ktu / haul-nya setiap tahun atau sesuai
ketentuan agama yang diputuskan melalui musyawarah BAZ Kabupaten atau Kecamatan
atau BMZIS Kelurahan / Desa.
6.
Zakat Fitrah
Zakat Fitrah (Beras, jagung, sagu, atau
setiap makanan pokok menurut kondisi daerahnya) dengan nishab-nya
mempunyai kelebihan bahan makanan untuk keluarga pada saat ‘Iedul Fithri, maka
wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5 kg. atau 3,5 liter beras (dapat dibayar
dengan uang seharga barangnya) atau disesuaikan dengan ketentuan agama yang
diputuskan melalui musyawarah BAZ Kabupaten atau Kecamatan atau BMZIS Kelurahan
/ Desa.
G. FIKIH
MUSTAHIQ
Sasaran
alokasi (masharif) zakat
o
Ketika Allah SWT mewajibkan kepada umat Islam yang kaya untuk membayar
zakat, Allah juga menentukan sasaran alokasi penyalurannya.
o
Masalah ini tidak dibiarkan manusia berijtihad atau berkreasi untuk
menentukan pihak-pihak yang berhak menerima zakat. Karena masalah harta adalah
masalah yang sangat sensitif dan dapat menimbulkan ajang pertumpahan darah jika
tidak ditentukan langsung secara jelas oleh Allah SWT. Sebagaimana juga terjadi
pada hukum waris.
o
Allah SWT berfirman dalam surat At-Taubah yang artinya :
"Sesungguhnya zakat-zakat
itu hanyalaha untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus
zakat, para mu'alaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak,
orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam
perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha
Mengetahui lagi maha bijaksana."
Ayat ini jelas sekali bahwa Allah
SWT telah menetapkan pihak-pihak yang berhak menerima zakat, yaitu yang biasa disebut
dengan 8 ashnaf mustahiqin zakat, mereka adalah :
1.
Fakir
2.
Miskin
3.
Amil
4.
Muallaf
5.
Firriqab
6.
Ghariim
7.
Fisabililah
8.
Ibnu sabil
o
Bagi yang meneliti ayat 60 dari suarat At-Taubah di atas ada sedikit
perbedaan pengungkapan pada empat kelompok pertama dengan kelompok kedua. Empat
kelompok pertama menggunakan kata (huruf) li yang berarti untuk (menunjukkan
peruntukkan), sedangkan empat kelompok kedua menggunakan huruf Fi yang makna
asalnya menunjukkan keterangan tempat.
o
Diantara hikmah penyebutan tersebut sebagaimana disebut oleh Imam Fakhrur
Razi :"Untuk empat sasaran pertama zakat diberikan kepada mereka dan
mereka dapat memanfaatkannya sesuai dengan kehendak. Adapun dalam memerdekakan
budak zakat diberikan untuk menghilangkan perbudakan, sehingga tidak diberikan
kepada mereka untuk dipakai sekehendak hatinya, akan tetapi digunakan untuk
menghilangkan sifat perbudakan. Demikian juga bagi mereka yang berhutang, zakat
diserahkan untuk membayar hutang, bagi yang sedang berperang zakat digunakan
untuk sarana dan prasarana peperangan, begitu juga Ibnu sabil.
o
Kesimpulannya, bagi empat sasaran, zakat diserahkan kepada mereka dan
mereka memiliki hak penuh untuk menggunakannya sesuai dengan kebutuhan mereka.
o
Sedangkan bagi empat sasaran kedua zakat tidak diserahkan untuk menjadi
milik mereka, tetapi diserahkan karena ada sesuatu kebutuhan atau keadaan yang
menyebabkan mereka berhak menerima zakat. Dalam pembahasan ini penulis akan
menguraikan satu persatu 8 ashnaf mustahiqin zakat sesuai dengan urutan
Alqur'an tetapi akan mengakhirkan pembahasan khusus mengingat luasnya
permasalahan amil zakat. Pada akhirnya keberhasilan pengelolaan zakat
tergantung pada 3 hal yang sangat penting dan saling berhubungan, yaitu :
Muzaki, Mustahiq dan Amil zakat.
Fakir miskin
o
Ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan fakir dan miskin. Ada yang
menganggap bahwa fakir dan miskin adalah sama seperti pendapat Abu Yusuf murid
Abu Hanifah dan Ibnu Qosim pengikut Malik. Tetapi ada yang berpendapat bahwa
fakir dan miskin berbeda sebagaimana pendapat jumhur ulama. Pada hakekatnya
kedua kelompok ini adalah mustahik yang sama-sama tidak mampu, cuma tingkat
ketidakmampuannya berbeda.
o
Jumhur ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan fakir dan miskin menjadi
dua pendapat :
1. Pendapat madzhab Hanafi
mengatakan bahwa Fakir adalah orang yang tidak memiliki kekayaan yang
sampai senishab atau memiliki satu nishab atau lebih tetapi berupa perabot
rumah tagga dan keperluan sehari-hari. Adapun Miskin yaitu mereka yang
tidak memiliki apa-apa.
2. Madzhab Imam Malik, Syafi'i dan
Ahmad berpendapat sebaliknya, bahwa Fakir
adalah orang yang tidak memiliki harta atau penghasilan yang layak untuk memenuhi
keperluan sehari-hari. Misalnya orang yang kebutuhannya 1 juta sebulan tetapi
yang ada hanya Rp. 400.000 atau kurang. Sedangkan Miskin adalah mereka
yang mempunyai harta atau penghasilan layak dalam memenuhi keperluan diri dan
keluarganya tetapi tidak sepenuhnya tercukupi. Seperti kebutuhan yang
diperlukan satu juta tetapi yang ada hanya 7 sampai 8 ratus ribu.
o
Perbedaaan dalam mendefinisikan fakir dan miskin tidaklah mempengaruhi
makna dan hakekat sebenarnya, bahwa kedua kelompok itu adalah kelompok yang
paling mendapat prioritas harta zakat. Semakin tinggi tingkat kekurangan dan
kebutuhannya maka semakin mendapat prioritas dalam pengalokasian harta zakat.
Barangkali yang terpenting di sini adalah menentukan batas seseorang disebut
kaya, sehingga tidak berhak mendapat harta zakat.
o
Ulama menentukan sebagai berikut :
o
Menurut Madzhab Hanafi orang kaya yang tidak boleh menerima zakat ada dua
macam. Pertama, orang yang mempunyai kekayaan satu nishab dalam
semua bentuk zakat, misalnya : orang yang memiliki 5 ekor unta, atau 40 ekor
kambing, atau 30 ekor sapi, atau 652,8 Kg makanan pokok atau 85 gram emas.
Sebagian pendapat yang lain kekayaan yang diukur adalah ukuran nishab uang dari
segala macam harta apa saja. Kedua, orang kaya yaitu orang yang
memiliki harta surplus dari kebutuhan hidupnya yang nilainya mencapai 200
dirham (sekarang 85 gram emas), tetapi tidak terkena wajib zakat karena harta
tersebut tidak produktif misalnya perabot rumah tangga, rumah, kendaraan dan
lain-lain.
o
Menurut madzhab Maliki, Syafi'i dan Ahmad bahwa yang disebut orang kaya
adalah orang yang berkecukupan keluarganya, jika dia membutuhkan maka dia
termasuk yang berhak memperoleh zakat walaupun hartanya banyak. Nilai kecukupan
ini sangat dipengaruhi oleh tanggungan dan besarnya pengeluaran. Imam Khattabi
mengatakan bahwa Imam Malik dan As-Syafi'i berkata :"Tak ada batasan yang
jelas tentang siapa yang disebut kaya. Seseorang dianggap kaya atau miskin
diukur dari lapang atau sempitnya hidup. Bila ia berkecukupan, maka haram
baginya mendapat sedekah". Pendapat sebagian ulama lain diantaranya, jika
memiliki harta 50 dirham atau senilai harga emas. Ada juga yang berpendapat
jika memiliki harta 40 dirham (satu uqiyah).
Fakir dan Miskin yang Mampu Berusaha
o
Para ulama seperti pengikut Madzhab Maliki dan Syafi'i berpendapat bahwa
fakir dan miskin yang mampu berusaha tidak berhak mendapat zakat. Hal ini
sesuai hadits riwayat jamaah:" sedekah tidak halal bagi orang kaya dan
bagi orang yang berbadan sehat dan kuat". Tetapi para ulama membolehkan memberikan
zakat kepada mahasiswa (pencari ilmu), karena mereka sedang melaksanakan fardhu
kifayah dan ilmunya akan bermanfaat bagi umat.
Muallaf
o
Mualaf adalah kelompok yang ingin dijinakkan hatinya supaya cenderung
kepada Islam atau mengokohkan ke-Islamannya atau dapat menghindari dari
kejahatannya atau kelompok yang diharapkan manfaatnya dalam menolong umat Islam
terhadap musuhnya. Muallaf terbagi menjadi beberapa golongan, baik muslim atau
kafir.
o
Golongan yang diharapkan ke-Islamannya atau ke-Islaman keluarganya.
o
Golongan yang dikhawatirkan kelakuan jahatnya.
o
Golongan yang baru masuk Islam
o
Pemimpin dan tokoh masyarakat dari umat Islam, tetapi imannya masih lemah.
o
Kaum muslimin yang bertempat tinggal di benteng-benteng dan daerah
perbatasan dengan musuh.
Fir Riqaab
Riqaab adalah jama' dari raqabah
yaitu budak lelaki tetapi yang dimaksud adalah budak lelaki dan perempuan. Fir
riqaab artinya mengeluarkan zakat untuk memerdekakan budak sehingga terbebas
dari dunia perbudakan. Cara membebaskan budak ada dua cara:
o
Pertama, menolong budak mukatab, yaitu budak yang telah ada perjanjian
dengan tuannya, jika dia mampu mendapatkan sejumlah harta, maka bebaslah dia.
o
Kedua, seorang atau sekelompok orang yang dengan zakatnya membeli seorang
budak untuk dimerdekakan.
Ghariim
o
Ghariim yaitu orang yang mempunyai hutang. Madzhab Abu Hanifah mengatakan,
ghariim adalah orang yang mempunyai hutang dan dia tidak mempunyai harta yang
lebih dari hutangnya.
o
Ghariim terbagi dua bagian :
o
Ghariim untuk kebutuhan diri sendiri, misalnya ghariim berhutang untuk
nafkah sehari-hari, menikahkan anak, mengobati penyakit, dll.
o
Ghariim untuk kemaslahatan orang lain, seperti ghariim karena mendamaikan
kerabat atau pihak yang berselisih. Mereka adalah kelompok dermawan dan yang
menjaga harga diri dan kehormatannya.
o
Ghariim untuk kepentingan sendiri harus memenuhi beberapa syarat :
1.
Ada upaya untuk menutupi hutang
2.
Hutang digunakan untuk ketaatan bukan kemaksiatan.
3.
Hutang sudah jatuh tempo dan belum dapat membayarnya
4.
Hutang tersebut sesuatu yang dapat ditahan seperti hutang anak kepada orang
tua dan sebaiknya.
Fisabililah
o Disebut dalam
buku An-Nihayah karangan Ibnu Atsir bahwa makna fi sabililah terbagi dua,
yaitu:
o
Arti kalimat ini menurut bahasa adalah setiap perbuatan
ikhlas yang dipergunakan untuk taqarrub kepada Allah SWT segala amal shaleh,
baik bersifat pribadi maupun sosial.
o
Arti yang biasa difahami pada kata ini apabila bersifat
mutlak adalah jihad, sehingga karena seringnya dipergunakan untuk itu,
seolah-olah artinya khusus untuk jihad.
o Dari kedua pengertian
ini maka para ulama berbeda pendapat tentang makna Fi- sabililah. Jumhur ulama
seperti madzhab Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi'i dan Ahmad sepakat bahwa Fi
sabililah khusus untuk jihad. Abu Yusuf murid Abu Hanifah berpendapat, fi
sablilah adalah mujahidin yang teputus bekalnya. Ibnu Arabi mengutip pendapat
Imam Malik yang mengatakan :" aku tidak mengetahui adanya perbedaan ulama,
bahwa yang dimaksud dengan fi sabililah di sini adalah mujahidin yang
berperang. Menurut Madzhab Syafi'i yang dimaksud fi sabililah adalah mujahidin
yang tidak dapat tunjangan tetap dari pemerintah. Madzhab Hambali sama dengan
Madzhab Syafi'i, yaitu mereka adalah mujahidin yang berperang yang tidak
memiliki gaji tetap atau memiliki tetapi tidak mencukupinya.
o Selain jumhur
ulama ada ulama yang meluaskan arti fi sabililah baik ulama salaf maupun ulama
modern. Mereka berpendapat bahwa fi sabililah adalah semua bentuk kebajikan.
o Pendapat ini
tidak kuat karena jika fi sabililah diartikan pada semua bentuk kebaikan
berarti ashnaf zakat semuanya tercakup pada kata fi sabililah dan tidak harus
ada pengkhususan pada yang delapan kelompok tadi. Dan pendapat seperti ini
berbahaya karena akan mengakibatkan semua orang dapat mengklaim dirinya masuk
goongan fi sabililah.
o Pendapat yang
moderat adalah pendapat Dr. Yusuf Qardhawi, beliau sependapat dengan pendapat
jumhur ulama, tetapi memperluas makna jihad bukan hanya pada peperangan atau
jihad fisik saja, tetapi termasuk semua bentuk jihad fisabililah, seperti
dakwah untuk menegakkan Islam, membebaskan manusia dari kemusrikan dan
misioneris dan lain-lain.
Ibnu sabil
o Ibnu sabil
adalah musafir yang sedang dalam perjalanan. Berkata Imam Ath-Thabari : "
Ibnu Sabil mempunyai hak dari zakat, walaupun dia kaya apabila terputus
bekalnya ".Imam Syafi'i memasukkan pada kelompok Ibnu Sabil bagi orang
yang hendak bepergian yang tidak mempunyai bekal, tetapi dengan syarat bukan
untuk maksiat. Ulama lain mensyaratkan bahwa niat bepergian untuk kemaslahatan
umat sehingga dapat dirasakan oleh umat
atau jemaah Islam.
o Syarat ibnu
sabil yang berhak memperoleh zakat
o
Orang tersebut sedang membutuhkan
o
Bukan perjalanan maksiat
o
Tidak ada orang yang memberikan pimjaman
Panitia ( Amilin
) dan Manajemen zakat
o
Amilin zakat adalah orang-orang yang terlibat dalam
kepanitiaan zakat, seperti petugas-petugas yang mengambil zakat dll. Amilin
zakat menempati peranan yang sangat strategis dalam pengelolaan zakat. Ditangan
merekalah zakat diambil dari muzakki dan didistribusikan kepada mustahiqin.
Amilin zakat harus benar- benar memiliki kredibilitas yang tinggi sehingga
dipercaya oleh masyarakat pembayar dan penerima zakat. Amilin zakat juga harus
proaktif mengambil zakat dari muzaki sesuai bunyi teks Al-Qur'an.
o
Kalau ditinjau dari praktek pengelolaan zakat di zaman
Rasulullah SAW Khulafur Rasyidin maka diketahui bahwa amilin zakat adalah
petugas resmi yang ditunjuk oleh pemerintah Islam. Untuk lebih mengarah pada
profesionalisme maka pengelolaan zakat akan lebih baik jika ditangani oleh satu
kementrian yang khusus mengurus masalah itu. Misalnya menteri urusan zakat,
wakaf dan shodaqoh. Jika pemerintah Islam belum ada maka dapat saja lembaga
amil zakat dikelola oleh ormas Islam yang memang sudah terbukti beramal untuk
kepentingan Islam dan umatnya.
o
Syarat-syarat amilin zakat
1.
Profesionalisme badan amil zakat menuntut adanya
manajerial yang baik dalam pengelolaan zakat. Maka konsekwensi dari itu
menghendaki adanya struktural dalam pengelolaan zakat. Oleh karenanya Amilin zakat
dalam Islam harus memenuhi kriteria dan syarat yang ditentukan oleh Islam.
Pembagian zakat
o
Salah satu kewajiban amilin zakat adalah mengetahui proposi pembagian
zakat. Terdapat perbedaan pendapat dikalangan umat terkait tentang pembagian
zakat, yaitu :
o
Madzhab Syafi'i dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad berpendapat harus
diberikan kepada semua golongan dengan jumlah yang sama jika semuanya ada. Imam
Nawawi berkata: " Tidak diperbolehkan membiarkan salah satu golongan yang
ada, sehingga apabila ia melakukannya ia harus bertanggung jawab terhadap
bagiannya ".
o
Mazdhab Hanafi dan Malik tidak mewajibkan pembagian zakat kepada semua
golongan. Abu Ubaid berkata: " Apabila engkau memberikan zakat pada satu
sasaran zakat, maka hal itu cukup bagimu".
o
Dr. Yusuf Qardhawi menyimpulkan pembagian zakat dalam bukunya Fiqh Zakat sebagai
berikut :
o
Zakat harus dibagikan kepada semua mustahik, apabila harta zakat itu banyak
dan semua sasaran itu ada.
o
Ketika diperkirakan semua mustahiq ada, maka tidak wajib mempersamakan
pembagian pada mereka.
o
Diperbolehkan memberikan semua zakat, setuju pada sebagian sasaran saja.
o
Hendaknya golongan fakir dan miskin mendapatkan prioritas dalam pembagian.
o
Mengambil pendapat Syafi'i dalam mengambil batas tertinggi yaitu 1/8 dari
harta zakat.
o
Apabila harta zakat sedikit, maka dalam keadaan itu diberikan pada satu
sasaran saja.






0 comments:
Post a Comment